Kepada siapa aku berkata
Kepada siapa terima cerita
Kepada sawah yang dirundung kesepian
Kepada sungai kecil berombak air mata
Di kala mega telah reda menunjukkan senja, maka mengalirlah angin merenda-renda
Terlihat sangka menyangka sangkakala, meniup tanda hari telah menguap ke semesta.
Sedangkan aku masih disini menunggu peraba
Menerka sketsa tanpa keras kepala, tak mengangguk tanda formalitas belaka.
Kepada mereka yang mengaku jernih hidupnya dan, saksi-saksi yang mencintai sakitnya siksa.
Aku menunggu untuk menuturkan kisah, namun malam membisu tak tertarik bahasa.
Aku masih diam mendengarkan suara serangga bernyanyi tanda selesai hujan menyiram kita, tanda alam masih sayang kepada manusia.
Namun tidak untukku yang dihakimi oleh mereka
Alam masih derita hilang kesuciannya
Bersamanya, aku menangis ditengah merebaknya jelaga, sedang cerita tak lagi ada makna.
Sekitarku tertawa, menuntutku ceria.
Kepada siapa lagi aku mengungkap kata?
Mengapa?
Merasa bingungkah engkau dengan semua?
mengapa?
Aku bahkan belum bersenandung, layaknya katak memanggil hujan.
Layak kah aku memanggil kebahagiaan?
Cerita telah habis maknanya dan mereka pun bahagia di alam persaksian.
Aku bahkan harus menyaksikan alam mereka dengan diam dan ratapan.
Apa ada yang salah?
Atau memang terciptanya diri harus merasa diam dan terus mengutuk diri bersalah?